Naluri Dalam Berpikir: Sebuah Takeaway dari Factfullness

“Factfullness” adalah buku karangan Hans Rosling yang menilik mengenai naluri manusia dalam berpikir, yang sering menjebak kita menjadi gagal untuk bisa berpikir secara rasional, gagal untuk bisa mengambil pesan penting menganai fakta dari kumpulan data.

Naluri penting sekali perannya pada seorang manusia untuk bisa bertahan hidup, namun, beberapa naluri atau pikiran yang bias berikut ini perlu kita siasati, agar bisa menghadapi situasi dan mengambil keputusan dengan lebih baik.

Naluri Celah

Naluri manusia yang mudah untuk mendramatisir segala bentuk situasi menjadi 2 belah pihak, misalnya: orang kaya dan miskin, baik dan buruk, negara maju dan berkembang. Bias naluri celah ini membawa kita melihat teman kerja yang baik, yang sukses, yang membawa perusahaan ke arah kesuksesan adalah sosok yang sempurna, meskipun ada karakteristiknya yang secara umum itu kurang baik, naluri ini membuat kita untuk memakluminya, demikian sebaliknya.

Ketika ada rekan yang ratingnya jelek, kelihatan bermalas-malasan, performancenya tidak baik, naluri ini membuat kita gagal melihat sisi positifnya. Bagaimana agar kita bisa mengontrol sifat dasar manusia yang mudah terjebak untuk mempolarisasi suatu keadaan ini.

  • Berhati-hati ketika menjumpai pembandingan yang merata-rata atau “umumnya”, cek penyebaran informasi itu, bisa jadi ada informasi yang tumpang-tindih yang hilang.
  • Berhati-hati ketika menjumpai perbandingan yang ekstrim, dalam suatu grup, ada beberapa di atas dan beberapa di bawah. Meskipun kesenjangannya kelihatan tidak fair, tapi mayoritas berada rentang yang hampir sama.Perlu diingat pada helicopter view, saat melihat kebawah, semuanya kelihatan sama-sama pendek, tetapi sebenarnya tidak.

Naluri Pikiran Negatif

Adalah naluri manusia yang ketika mendapati berita buruk akan bereaksi yang berlebih daripada terhadap berita baik. Hal tidak terduga seperti server down, client besar tiba-tiba membatalkan kerjasama atau badai covid menyerang.

Untuk menghadapi suatu berita buruk, sebaiknya hal pertama yang kita lakukan adalah menenangkan diri. Belajar dari pengalaman terdahulu dan rencanakan dengan baik untuk menghadapi situasi itu. Belajar mengamati perkembangan berita (buruk) itu dan bisa melihat arah dari situasi tersebut.

Naluri Takut

Adalah kecenderungan kita untuk memberikan perhatian yang berlebih pada situasi yang menakutkan atau membahayakan. Pada awal perkembangan hidup manusia, yang kehidupannya masih dalam kelompok-kelompok kecil dan dengan susunan rantai makanan di mana di atas manusia masih banyak yang mengancam. Naluri ini adalah element yang penting pada keberhasilan manusia menjadi spesies “pemenang” di dunia ini.

Namun, di dunia modern ini, dengan tingkat-tingkat keamanan pada habitat manusia yang lebih baik, naluri ini perlu dikontrol lebih baik. Pemikiran yang kritis itu sulit dan hampir mustahil ketika kita takut, dan tidak ada ruang mengenai fakta ketika pikiran kita dikuasai oleh ketakutan.

“Resiko = bahaya x paparan”. Pahami seberapa bahaya sesuatu itu dan seberapa parah Anda akan terpapar oleh bahaya itu.

Naluri Ukuran

Adalah sifat manusia yang tidak bisa menilai esensi ketika dihadapkan pada angka atau ukuran pada sesuatu. Dengan bahasa yang tepat, pikiran kita bisa dibawa untuk menilai angka yang disajikan kelihatan besar. Angka yang besar selalu kelihatan besar, tapi ketika dia bersendirian itu perlu dicurigai, selalu cari perbandingan untuk mendapatkan sudut pandang yang lain.

Misalnya: “Sistem yang dibuat harus mampu mengirim 1 juta email per detik”. Sekilas angka tersebut kelihatan besar, tapi ketika kita bandingkan dengan data bahwa di seluruh dunia email yang terkirim per detik adalah 2.4 milyar, untuk bermimpi menangani n% email trafik dunia, itu belum ada sebutir pasirnya gurun sahara.

Naluri Penyamarataan

Naluri penyamarataan adalah naluri yang membuat kita berasumsi untuk menyamaratakan entitas dalam suatu grup, yang sebenarnya itu bisa jadi berbeda. Naluri ini membuat kita mudah untuk membuat kesimpulan, mengenai suatu kelompok hanya dari sedikit bahkan satu sampling saja.

Untuk mengontrol naluri ini, perlu dicoba untuk meninjau lebih dalam suatu kelompok, cari perbedaan-perbedaan, telaah lagi, ungkap kategori-kategori yang lebih presisi. Cari persamaan dan juga perbedaan antar grup.

Berhati-hati pada “mayoritas”, meskipun itu 51% atau 99%, tetap cari fakta diantara keduanya.

Naluri Takdir

Naluri takdir adalah suatu ide yang mana karakteristik bawaan itu ditentukan oleh takdir dari manusia, alasan-alasan yang tidak bisa dihindari, selalu begitu jalannya dan tidak pernah berubah.

Perlu diingat, pada banyak hal (manusia, perusahaan, negara, kultur) yang terlihat tidak berubah hanya karena perubahan itu terjadi dengan sangat lambat. Dan juga perlu diingat meskipun kecil dan lambat, perubahan itu akhirnya akan tarakumulasi dan menjadi perubahan yang besar.

Naluri Sudut Pandang Tunggal

Sudut pandang tunggal akan membatasi imajinasi, melihat masalah dari banyak arah akan memberikan pemahaman yang akurat dan mampu membuat solusi yang praktis.

  • Uji ide Anda, gunakan kolega Anda yang tidak setuju untuk menguji kelemahan-kelemahan dari ide tersebut.
  • Jangan mudah mengklaim expert pada suatu keahlian diluar keahlian Anda, selalu rendah hati terhadap hal yang Anda tidak tahu.
  • Terbuka terhadap ide dari tim yang lain.Tidak resistance terhadap ide-ide yang sulit atau kompleks, gabungkan ide-ide, bagi-bagi masalah sehingga bisa diselesaikan dengan bertahap.

Naluri Mengkambing Hitamkan

Naluri menyalahkan adalah kecendurungan untuk mencari alasan yang sederhana dan jelas sebagai alasan ketika sesuatu yang buruk terjadi.

  • Cari penyebab bukan penjahat. Pahami bahwa sesuatu yang buruk bisa terjadi tanpa seseorang yang dengan sengaja menyebabkannya.
  • Cari sistemnya bukan pahlawan. Ketika seseorang mengaku sebagai penyebab sesuatu yang baik terjadi, talaah lagi apakah hal tersebut akan tetap terjadi meskipun yang bersangkutan tidak melakukan sesuatu.

Demikian naluri-naluri berpikir manusia yang kita warasi dari hasil evolusi nenek moyang kita, yang perlu kita ketahui dan kontrol agar bisa melihat lingkungan dan dunia dengan lebih baik dan membuat rencana dan keputusan yang tepat.

source: buku “Factfullness” by Hans Gosling

Baca Juga

Ingin mengetahui lebih lanjut terkait leadership lainnya? Kunjungi blog kami di mtarget.co/blog.