Perlukah Khawatir Akan Privasi dan Data Pribadi di Internet?

Pertengahan April 2018 lalu, kita dikejutkan oleh berita tentang Facebook yang dikabarkan “mempersilakan” sebuah perusahaan riset politik data bernama Cambridge Analytica (CA) untuk mengakses jutaan data pribadi pengguna Facebook pada tahun 2015, dengan tujuan untuk pemenangan Presiden Trump ketika pemilu AS satu tahun setelahnya. Berita ini memiliki imbas pada pengguna internet di seluruh dunia, dari pemberitaan topik yang ada dimana-mana hingga ramainya tagar #DeleteFacebook yang pada berbagai platform sosial media. Dengan adanya kejadian ini, apakah kita perlu khawatir akan privasi dan data pribadi yang sering kita berikan di internet?

Sekarang ini, hampir semua penyedia layanan, baik jasa dan produk, serta platform seperti sosial media, mengharuskan kita membuat akun pribadi. Tanpa disadari, kita sudah sering dan banyak membagikan data pribadi kita di internet. Data seperti nama, nomor telepon, alamat dapat dimanfaatkan untuk pencurian identitas. Bukan hanya data general seperti itu saja, data-data mengenai behaviour atau kebiasaan yang kita lakukan saat berada di internet, seperti dengan siapa dan apa yang kita bicarakan via internet, semua data tersebut juga ikut tercatat. Berikut poin-poin yang menurut kami menjadi permasalahan :

  • Kebanyakan penyedia layanan dimiliki oleh swasta dan bisa saja mereka memang mendapatkan uang dari mengumpulkan data, terutama advertiser.
  • Privasi dan data pribadi kita mungkin terlindungi dari sesama pengguna platform tersebut, namun data pribadi kita tidak terlindungi dari pemilik platform (seperti kasus Facebook).

Di Indonesia sendiri hukum mengenai Perlindungan Data Pribadi sedang memasuki tahap pengesahan, sedangkan di luar negeri seperti Eropa dan Amerika Serikat, hal tersebut sudah menjadi pembahasan serius dan setiap perusahaan yang mengumpulkan data, diwajibkan memahami dan mematuhi semua aturan yang berlaku. Hal itulah yang menyebabkan Mark Zuckerberg (CEO Facebook) diminta untuk bersaksi dihadapan dewan AS ketika skandal ini muncul.

Tapi dibalik itu semua, sebenarnya kita tidak perlu terlalu khawatir, karena :

  • Penggunaan data pribadi merupakan hal yang sangat wajar dan memang diperlukan di Internet.
  • Semua penggunaan data yang kita berikan (seharusnya) sudah ada di Privacy Policy setiap platform.

Rafi Goldberg, Policy Analyst dari National Telecommunications and Information Administration (NTIA) menganggap seiring perkembangan internet, maka bisnis yang ada juga akan berkembang (termasuk memanfaatkan data pelanggan). Pengguna sebaiknya memiliki kepercayaan bahwa data mereka digunakan hanya untuk sebatas yang diperlukan saja. Perusahaan seperti kami, MailTarget sangat menghormati dan membutuhkan data pelanggan untuk meningkatkan performa dan experience pengguna dalam menggunakannya, dan semuanya dapat dibaca pada Kebijakan Privasi di sini.

Kemudian, bagaimana sikap kita sebagai pengguna tentang hal ini? Ketika kita akan melakukan suatu aksi yang melibatkan data pribadi seperti membuat akun baru dan sebagainya, tinggalkan kebiasaan untuk melewati bagian scanning Terms and Conditions, karena di bagian tersebut biasanya terdapat aturan-aturan dan proses bagaimana data kita akan digunakan.

Jadi, tidak usah terlalu khawatir akan data dan privasi kita setelah skandal Facebook dan CA ini muncul, karena merupakan kewajiban bagi setiap platform untuk memberikan kebijakan privasi sejelas mungkin terhadap penggunanya agar kita bisa dengan mudah memahaminya dan untuk mematahui tata perundang-undangan yang berlaku.

Terus perbaharui artikel-artikel seputar email marketing dari MailTarget dengan bergabung ke channel telegram atau subscribe ke newsletter kami di sini. Dapatkan artikel lainnya di blog MailTarget.
(/L.K)


MailTarget.co adalah sebuah perusahaan SaaS (software as a service) yang membuat email system dengan teknologi artificial intelligence.