Mengapa Strategic Thinking Penting untuk Seorang Leader?

Sebelum masuk ke dalam topik strategic thinking, saya ingin sedikit bercerita tentang seorang anak muda yg kalah dalam sebuah kompetisi.

Sekitar awal tahun 2000-an, ada sebuah kompetisi trading saham dengan menggunakan data emiten asli dari Bursa Efek Jakarta (kala itu trading saham adalah hal yang sulit dan tidak menggunakan sistem digital) yang diselenggarakan oleh sebuah universitas ternama di Jakarta.

Kompetisi ini diikuti oleh sekolah-sekolah tingkat menengah atas dari seluruh Indonesia dan pesertanya wajib campur dari tingkat 1, 2, dan 3. Ada 3 sekolah yang sudah menjadi rival dan selama bertahun-tahun mendominasi kompetisi ini di peringkat teratas.

Lalu, tibalah bulan persiapan untuk kompetisi ini, dan seorang anak ini, yang pada saat itu masih duduk di kelas 1, ditunjuk untuk mewakili sekolahnya. Materi-materi yang harus dia pelajari tidaklah mudah, mulai dari mengerti statistik, predictive analysis, dan juga hitungan yang tidak hanya harus tepat, tapi juga harus cepat.

Singkat cerita, tibalah hari kompetisi di mana ternyata komposisi team itu juga harus sangat diperhatikan, harus ada 1 orang yang bisa berhitung dengan cepat dan menulis form dengan rapi, ada 1 orang yg melihat peluang emiten-emiten apa yang akan naik pada sesi bursa dalam 3 hari ke depan, dan ada 1 orang yang harus dengan cepat lari dan masuk antrean (yes, masuk antrean harus lari dan memastikan harga belum berubah pada saat sampai di loket pembelian saham).

Alhasil, karena kurangnya strategi, seorang anak ini dan sekolahnya harus mengaku kalah dari 149 sekolah lainnya di tahun itu.

Kalah, Tidak Menyerah, Bangkit, dan Menang

Fast forward 1 tahun kemudian, akhirnya tiba kembali bulan di mana kompetisi itu dimulai dan seorang anak ini sudah masuk ke tingkat 2 dan ditunjuk kembali oleh sekolahnya untuk mewakili di kompetisi ini dan menjadi kapten dari tim.

Yang dilakukan oleh anak ini untuk memastikan kemenangan adalah:

  1. Dia mencari siswa yg paling pintar dalam mata pelajaran matematika; tidak hanya di kelas 2, tapi juga dari kelas 1 dan 3. Dan mengingat matematika yang digunakan sebenarnya simple; perkalian dan pembagian untuk menghitung berapa banyak lembar yang bisa dibeli, penambahan dan pengurangan untuk menghitung berapa sisa modal, untung dan peluang untuk membeli lebih banyak emiten/lembar saham. Bagaimana caranya? Dia melihat siapa juara kelas dari tiap tingkat dan meminta masukan guru matematika dari tiap tingkat. Lalu dia mulai latihan dengan siswa ini setiap hari dengan menghitung emiten-emiten yg dia dapat dari koran media cetak setiap harinya.
  2. Dia mencari siswa yang paling pintar melihat peluang. Bagaimana caranya? Dia mendapatkan ternyata ada beberapa murid yang berjualan di sekolah tersebut; mulai dari berjualan makanan, alat-alat tulis, sampai ke item-item game online. Setelah itu dia berlatih melihat peluang-peluang dari setiap emiten berdasarkan media cetak; mulai dari industri, market share, dan hal lainnya.
  3. Dia mencari siswa dengan lari paling cepat. Bagaimana caranya? Dia melihat kelas olahraga dari tiap tingkat dan mendapatkan siswa yang dia lihat bisa bergerak dengan gesit dan cepat.

Dan tiba pada saat kompetisi. Tim sekolah ini mendominasi kompetisi 3 hari ini; dimulai dari pembelian-pembelian emiten yg tidak mainstream (hasil dari peluang yang mereka lihat setiap harinya di media cetak), strategi untuk estafet form dari penghitung ke pelari, dan membawa buku besar akuntansi untuk mencatat arus modal-keuntungan.

Total nilai laba lebih dari 100 juta, mengalahkan 3 tim yang dari dulu sudah mendominasi kompetisi ini. Pada akhirnya sekolah ini mengadopsi strategi ini setiap tahunnya, bahkan setelah anak ini lulus dari sekolahnya.

5 Habit Seorang Strategic Thinker

12 tahun kemudian anak ini baru sadar, ternyata ada 5 habit dari seorang Strategic Thinker, yaitu:

  1. Selalu mempertanyakan plan mereka sendiri. Seorang strategic thinker itu harus bisa membuat keputusan dengan Goal yg jelas, namun merunut pikirannya ke belakang. Contohnya: Dengan goal “Meningkatkan Jumlah User,” berarti harus bisa melihat ke belakang “channel apa yang terbaik dari segi cost, eksekusi, dll., yang sudah terbukti mendatangkan user.”
  2. Fokus tiada henti = konsisten. Banyak orang yang sangat suka dengan hasil akhir, namun tidak memperhatikan proses ketika mendapatkan hasil akhir. Seorang strategic thinker memiliki kebiasaan untuk menikmati proses dan cara pikir yang fokus dengan “Bagaimana mendapatkan hasil akhir?”
  3. Tidak berhenti belajar. Strategic thinker sangat suka terpapar dengan informasi-informasi baru, mencoba hal-hal baru, dan secara natural memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.
  4. Memiliki tingkat pemahaman pola yang tinggi. Leader dengan pemikiran strategis bisa melihat dan paham akan pola yang terjadi; dari segi apa pun; mulai dari pola berpikir seorang anggota team, sampai kepada pola kompetisi dan market.
  5. Melihat dari ketinggian 30.000 kaki. Seorang leader harus bisa melihat dari ketinggian yang pada akhirnya bisa membawa mereka untuk melihat peluang, arah tujuan, dan perjalanan yg harus ditempuh.

Mungkin dari kita para leaders itu banyak yang memiliki kecenderungan untuk reaktif sehingga berdampak pada tidak bisa melihat long-term vision dari sebuah produk atau bisnis. Saya sangat menyarankan untuk kita semua mulai menerapkan 5 kebiasaan dari Strategic Thinking agar bisa melihat, merencanakan, mengeksekusi, dan mengevaluasi dengan lebih baik.

Baca Juga

Thank you,

Imanuel Abraham - Seorang anak sekolah yang kalah dalam kompetisi, tidak menyerah, namun bangkit dan menang 🙂