Menjadi Pemimpin dan Ekspektasi di Dalamnya

Sebagai seorang pemimpin (leader), tentunya Anda sudah banyak membaca, bahkan mungkin sudah paham betul tentang tugas dan peran seorang pemimpin seperti apa. Tentang perbedaan antara leader dan boss. Tentang 3, 5, atau 10 hal yang perlu dilakukan sehingga menjadi leader yang baik, dan sebagainya.

Kalaupun belum, ketika kita dipimpin seseorang, seringkali kita punya harapan tentang seperti apa orang yang akan memimpin kita, yang bahkan lebih tinggi dari harapan pada “akan menjadi seperti apa kita dipimpinnya.”

Ketika saya ingat-ingat kembali, saya pun merasa ingin berada di situasi yang ideal seperti itu, punya leader yang perhatian, jarang marah-marah, bisa diandalkan, selalu bisa membuat suasanya yang menyenangkan, bisa mengajari semua hal yang diperlukan, suka mentraktir, dan lain sebagainya.

Hanya saja, ketika menjadi seorang leader, kebanyakan justru dari tidak bisa saya lakukan. Sesuatu yang seharusnya mudah untuk dilakukan. Terlebih ketika saya tidak menjadi leader tersebut. Saya akan menganggap hal tersebut adalah ekspektasi bagi seorang leader. Seorang leader yang sempurna, seperti di buku-buku atau di acara leadership dan motivasi.

Kemudian, ada pertanyaan yang terlintas di kepala saya, “Sebenernya kenapa saya memerlukan seorang leader?”, “kenapa kita nggak jalan-jalan sendiri-sendiri saja?“, “Apakah benar pemimpin seharusnya seperti ini dan seperti itu?“. Jawaban dari perenungan saya ini ahirnya akan rangkum ke dalam beberapa hal.

A man with a vision and beliefs

Sebagian besar, bahkan hampir semua keinginan kita, sebenarnya dipengaruhi oleh orang lain. Baik yang kita kenal maupun tidak, baik nyata ataupun hanya cerita. Dan yang paling sering terjadi menurut saya adalah, ketika kita punya keinginan yang cukup besar dengan banyak ketidakpastian di dalamnya, sebenarnya kita akan cenderung mencari orang yang lebih yakin bisa mencapai hal-hal tersebut. Bahwa dengan dia yang yakin dapat mencapai tujuannya, akan tercapai juga tujuan kita (terlepas dari sama atau tidaknya). Bagian pertama dari pemimpin ini saya akan bilang sebagai “A man with a vision and beliefs.”

A man with the biggest courage and responsibility."

Untuk mencapai hal-hal yang besar dan sulit, kadang kita bahkan tidak berani membayangkan tujuan tersebut, seringkali tidak berani membicarakannya. terlebih menanggung resiko yang menyertai tujuan tersebut. Maka kita akan memerlukan orang yang berani membayangkannya, membicarakannya, dan berani mengambil tanggung jawab atas resiko yang mungkin terjadi.

Seperti yang sering kita lihat dalam film perang atau drama gangster. Pemimpin seringkali dipilih karena dia adalah orang yang paling berani, dan orang-orang yang mau bertanggung jawab terhadap resiko yang muncul, baik persalahan itu dari dalam team sendiri, maupun dari musuh di luar. Maka saya akan menyebut, yang kedua ini adalah “A man with the biggest courage and responsibility.”

A man who manages the expectations

Ini akan sedikit panjang, tapi akan tetap saya coba jelaskan. Jadi. Saya paham betul bahwa menjadi pemimpin adalah tentang mengambil tanggung jawab, tentang apapun. Saya menganggap bahwa memiliki tanggung jawab yang paling besar, artinya saya harus menjadi orang yang bekerja paling keras, berangkat paling pagi dan pulang paling malam, menjadi orang yang paling mengerti terhadap semua hal, orang yang paling bisa diandalkan, dan menjadi pemimpin yang hebat artinya punya team yang hebat, yang juga mau bekerja sangat keras, mengerti banyak hal, dan sebagainya.

Meskipun itu semua juga merupakan hal yang sangat penting, ternyata saya tidak bisa membuat langkah dan keputusan yang selalu menyenangkan semua orang. Lambat laun, saya baru sadar, itu lebih ke arah “hanya merupakan ekspektasi saya” tentang “seperti apa pemimpin yang baik”. Bahwa saya harus melakukan ini dan itu, sehingga team saya bisa menjadi yang seperti ini dan seperti itu, hanya merupakan ekspektasi dan style kepemimpinan saya, atau beberapa orang team saya pada saat itu.

Sedangkan, dengan berbagai alasan, meskipun dengan tujuan dan visi yang sama, ekspektasi kita bisa berubah, dan style pun demikian. Baik ekspektasi dari saya sendiri ketika menjadi pemimpin, maupun ekspektasi saya kepada pemimpin saya atau pemimpin lain. Maka, style kepemimpinan yang kita pilih baik itu otoriter, demokratis, kekeluargaan, perlombaan, dan lain sebagainya, semua punya sisi positif dan negatif. Dan semua punya kondisi yang mendukung untuk bisa cocok digunakan.

Oleh karena itu, untuk hal yang ketiga ini, saya akan bilang bahwa dengan adanya ekspektasi dari banyak orang yang terlibat dalam mencapai satu tujuan. Kita akan perlu orang yang mampu mengelola semua ekspektasi, di mulai dari ekspektasi dari dalam diri seorang pemimpin, kemudian team terdekat, hinga seluruh orang yang terlibat. Ketika yang kita lakukan adalah berusaha memenuhi ekspektasi tersebut, sebenarnya tujuan atau visi kita lah yang dipertaruhkan. Karena ekspektasi pasti akan berubah, sedang visi tidak boleh berubah.

Maka, menurut saya pekerjaan abadi, yang tidak akan selesai bagi seorang pemimpin adalah mengelola ekspektasi dari semua orang. Setidaknya sebelum tujuan tersebut tercapai. Atau bisa saya bilang, bahwa pemimpin adalah “A man who manage the expectations.”

Karena saya percaya:

Setidaknya untuk diri kita sendiri. Semoga kita bisa menjadi menjadi orang yang yakin dengan tujuan kita, punya keberanian dan tanggung jawab atas semua resikonya, dan dapat mengelola semua ekspektasi yang ada di dalamnya.

Baca Juga

Ingin mengetahui lebih lanjut terkait leadership lainnya? Kunjungi blog kami di mtarget.co/blog.