Leader Is Not A Status, It’s An Action!

Dari berbagai sumber tentang Leadership yang saya pelajari selama ini, saya dapat menyimpulkan bahwa kebanyakan dari yang namanya Leadership adalah suatu proses Stewardship (pengelolaan), Servanthood (Pelayanan), dan bersifat temporer atau sementara.

Leadership diibaratkan seperti pinjaman (loan), yang di mana berarti leadership itu diberi/dipercayakan dan tentu juga pada akhirnya akan diminta balik pertanggung-jawabannya atau diambil balik (taken away).

Kita perlu mengerti bahwa setiap leadership ada jangka waktunya sehingga hal tersebut seharusnya mempengaruhi posture (cara hidup), tone (cara bicara), dan sikap hati kita sebagai pemimpin.

Tanggung jawab kita sebagai pemimpin seharusnya melebihi tanggung jawab kita kepada atasan, bos, dan lainnya, karena tanggung jawab kita sebagai pemimpin harusnya kepada yang Maha Kuasa.

Apa yang kita perbuat dengan influence power kita menentukan apakah kita adalah leader yang mempunyai nilai untuk diikuti. Dan leader yang baik itu adalah leader yang mau Melayani.

Ada suatu Quotes yang saya ambil dari seseorang pembicara bernama Rich Wilkerson Jr.

“IF YOU ARE TOO BIG TO SERVE, YOU ARE TOO SMALL TO LEAD”

Apabila kita melihat atau mengingat bahwa pengaruh level kita sebagai pemimpin adalah sebagai hal yang harus kita kelola dan Anda pertanggung jawabkan, kita akan menyadari bahwa hal tersebut bukanlah untuk diri kita sendiri tetapi untuk orang lain.

Kita akan jauh lebih berkembang untuk memperluas kepemimpinan kita dan pengaruh kita untuk kepentingan orang-orang yang kepadanya kita diberikan hak privilege untuk kita pimpin.

Kita perlu selalu ingat, saat kita memimpin, di mana pun kita berada, baik memimpin di keluarga, bisnis, divisi, pelayanan ataupun hal lainnya. “Leadership is always about stewardship and servanthood!”

So, dari sekian banyak mengenai apa saja yang dibutuhkan oleh pemimpin, saya akan membagikan 3 hal yang dapat kita pelajari dari seseorang bernama Andy Stanley.

Moral Authority

Setiap pemimpin, kita memiliki 2 level otoritas, yaitu:

  • Positional Authority. Contohnya adalah Ayah, Ibu, Manager, ketua agama, bos, dan lainnya. Kita memberikan perhatian lebih untuk mereka karena mereka memiliki posisi atau role tertentu dalam kehidupan kita.
  • Moral Authority. Sebenarnya tidak ada hubungannya dengan posisi, tetapi sangat memiliki hubungan dengan influence.

Orang yang memiliki influence yang kuat dalam kehidupan kita, seringnya mereka tidak memiliki role tertentu, karena otoritas yang ditunjukan itu melebihi dari sebuah title.

Mereka memiliki Moral Authority karena adanya kesetaraan antara apa yang mereka katakan dengan apa yang mereka lakukan.

Moral Authority itu adalah Credibility yang didapatkan dengan walk the talk.

Moral Authority adalah kesetaraan antara siapa mereka dan bagaimana kita melihat mereka (tidak munafik) dan mereka itu real.

So, Moral Authority = Influence.

Moral Authority selalu penting dan sangat penting, walau hal tersebut bukanlah esensial dari leadership, kita bisa memimpin tanpa Moral Authority, dan kita bisa mengatur tanpa hal tersebut juga. TETAPI, kita tidak akan pernah jadi leader worth following jika kita tidak memiliki hal tersebut, dan tidak mungkin memaintain yang kita pimpin tanpa memiliki hal tersebut.

CLARITY

Kepemimpinan itu dalam banyak kasus adalah meng-handling orang lain dalam journey kehidupan mereka yang dipimpin.

Tantangannya adalah kita sering meminta orang untuk mengikuti kita ke tempat yang kita pun belum pernah kesana.

Jika kita adalah Leader yang memiliki intuisi yang baik, kita tahu apa yang orang lain inginkan dari kita, kita tidak bisa memberikannya, karena apa yang orang mau dalam kehidupan kita dan yang selalu dituntut adalah “CERTAINTY”=kepastian.

Kita tidak bisa menyediakan CERTAINTY, tapi yang perlu kita siapkan adalah CLARITY=kejelasan. Dalam hidup kita pasti akan menghadapi ketidakpastian, dan kita bisa saja menjadi orang yang tidak pasti, tapi kita perlu menjadi orang yang JELAS.

Mandat kita sebagai pemimpin adalah harus selalu jelas dalam setiap hal, walau hal tersebut tidak pasti. CLARITY / kejelasan itu harus jujur!

Contoh Clarity “kita tidak mengetahui dengan pasti apa yang terjadi di masa depan, tetapi ini adalah hal yang bisa kita lakukan untuk saat ini, ini adalah planning untuk saat ini dan bisa di adjust sesuai dengan kondisi di depannya.”

Dengan Clarity, setiap orang mengetahui tugas mereka, setiap orang mengetahui tanggung jawab mereka, dan tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya.

HUMANITY

Saat memimpin dalam kondisi yang sulit, kita harus menunjukkan humanisme Anda. Anda perlu menjadi vulnerable, transparent, dan real. Kita harus melatih otot empathy kita.

Ketika kita yakin bahwa orang lain mengetahui how we feel, kita biasanya perlu terbuka lebih jauh ke orang orang yang kita pimpin. Karena jika kita bisa meng-handling knowledge dan legitimate ketakutan, khawatir dan concern kita, hal ini akan membangun kepercayaan kita terhadap orang itu. TAPI kalau kita meremehkan hal tersebut yang terjadi adalah kita akan saling resist.

Selama waktu disrupsi dan uncertainty, orang membutuhkan untuk dibimbing, karena mereka membutuhkan protection, security, and reassurance.

Jika kita memimpin apapun kapasitasnya, bimbingan itu adalah bagian dari tanggung jawab kita.

Dalam kondisi ketidakpastian, sebagai pemimpin kita harus mengambil langkah sebagai pemimpin yang memiliki sikap Clarity dan Moral Authority. kita harus mendahulukan orang yang kita pimpin.

Saat orang lain membutuhkan harapan dan reassurance, VOICE kita lebih penting daripada kata-kata kita. Voice kita menunjukkan sisi humanity kita, empathy, dan genuine interest daripada hanya sekadar TEXT saja.

Pemimpin yang baik selalu mementingkan orang yang dipimpinnya dan para team member mengetahui hal itu.

Jangan menjadi pemimpin yang hanya fokus terhadap nilai “uang” yang diterima, yang artinya memimpin hanya sebagai tugas saja dan tidak peduli dengan team yang dipimpinnya.

Baca Juga

Ingin mengetahui lebih lanjut terkait leadership lainnya? Kunjungi blog kami di mtarget.co/blog.